Pengertian desa menurut Talizihudu Ndraha dalam bukunya yaitu Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, desa merupakan kesatuan organisasi pemerintahan terendah yang mempunyai batas wilayah tertentu, langsung dibawah kecamatan, dan merupakan kesatuan masyarakat hukum yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya. Sementara secara yuridis, pengertian Sumber Daya Alam menurut Pasal 1 ayat 9 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Sumber Daya Alam merupakan unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
Di Indonesia terdapat 74.754 desa yang meliputi sekitar 80 persen wilayah daratan di Indonesia. Namun di luasan wilayah desa hanya tinggal sekitar 44 persen penduduk Indonesia. Yang 56 persen penduduk tinggal di kota seluas 20 persenan dari total wilayah daratan. Dapat dipastikan ini karena terjadinya perpindahan penduduk besar-besaran dari desa ke kota. Kemiskinan di desa menjadi salah satu penyebabnya. Data di tahun 2016 menunjukkan bahwa dari 28 jutaan penduduk miskin di Indonesia, 18 jutaannya adalah mereka yang tinggal di desa. Angka kemiskinan di desa pun tercatat selalu meningkat, demikian pula pada jumlah keparahan kemiskinannya semakin tahun, semakin meningkat. Jadi, masyarakat yang hidup di desa selama Indonesia merdeka itu pada sebagian besarnya, semakin hari semakin miskin.
Menurut pandangan penulis, salah satu penyebab masyarakat desa yang semakin hari semakin miskin adalah kekayaan sumber daya alam di desa yang dimiliki oleh masyarakat desa telah berpindah tangan kepada para pemilik modal. Kepemilikkan atas sumber daya alam yang ada di desa telah diambil alih oleh segelintir elite dan para pemilik modal. Karena pada dasarnya, banyak dari masyarakat desa yang tidak bisa mengelola sumber daya alam yang dimiliki pada desanya dengan baik dan benar. Sehingga, para pemilik modal melihat bahwa ada peluang untuk menguasai seluruh kekayaan alam yang terdapat di desa dan menjadikannya sebagai ladang emas untuk memperoleh atau meningkatkan kekayaannya. Walaupun desa terkenal dengan segala macam sumber daya alam yang dimilikinya, namun masyarakat penghuni desa itu sendiri serba terbelakang dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mengolah dan mengelola sumber daya alam tersebut. Dan membuat peluang kepada para pemilik modal untuk menguasai dengan seenaknya.
Kemiskinan pada desa sudah tidak diherankan lagi, banyak dari kalangan tokoh atau para ahli yang mendefinisikan desa adalah wilayah yang kecil atau miskin. Bahkan pada saat Indonesia sebelum atau sesudah merdeka, desa dikenal sebagai wilayah yang berpenghasilan minim serta wilayahnya yang kecil dan menjadikan wilayah desa sering disebut miskin. Namun, banyak kita lihat sekarang sebagian wilayah desa telah dikuasai oleh segelintir elit dan para pemilik modal yang berlomba-lomba mengambil sumber daya alam yang sangat melimpah di desa-desa Indonesia untuk meraih kekayaannya. Bahkan, keterbelakangan pengetahuan penduduk desa justru dimanfaatkan dan dimanipulasi untuk diambil alih kekuasaannya dan pengelolaan sumber daya mereka oleh para pemilik modal. Kemiskinan di desa berakibat dari dihalangkannya suatu proses partisipasi masyarakat desa maupun keterlibatan masyarakat desa atas pengembangan semua aspek kehidupannya. Keterbatasan masyarakat desa dalam mengelola sumber daya alamnya merupakan salah satu akibat saja dari proses pemutusan hak masyarakat desa untuk berproses mengelola sumber dayanya.
Salah satu studi kasus yang akan diangkat mengenai problematika pengelolaan sumber daya alam di desa dan dikuasai oleh para pemilik modal adalah suatu permasalahan di Desa Kodasari, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Desa Kodasari ini dianggap sebagai desa “sumur pertamina”. Di Desa Kodasari sendiri, sudah bertahun-tahun melakukan kerja sama dengan Pertamina Pusat. Sejak tahun 2006 Desa Kodasari dan Pertamina Pusat sudah melakukan kerja sama yang dimana salah satu tujuannya adalah melakukan eksplorasi migas di Desa Kodasari. Desa Kodasari tersebut mempunyai enam lapis migas yang sangat berpotensi untuk dilakukan pengeksplorasi.
Namun pada akhir bulan September kemarin, masyarakat Desa Kodasari merasakan kerugian yang ditimbulkan dari pihak Pertamina yang telah melakukan eksplorasi migas secara besar-besaran. Memang kerugian ini tidak langsung terasa dampaknya, namun perlu bertahun-tahun untuk merasakan efek negatif yang akan ditimbulkan dari penguasaan sumber daya alam di desa yang dilakukan oleh para pemilik modal. Masyarakat Desa Kodasari beramai-ramai menutup jalan akses masuknya kendaraan besar yang membawa alat-alat pengambilan migas tersebut. Penutupan akses jalan itu merupakan bentuk kekecewaan dan kekesalan masyarakat Desa Kodasari terhadap pihak Pertamina yang selama ini menurut penilaiannya tidak ada kompensasi apapun dari pihak Pertamina kepada warga setempat. Selain itu, pihak pertamina juga mengabaikan semua keluhan warga. Pihak Pertamina selalu enggan dan menolak untuk menyelesaikan permasalahan dengan masyarakat desa setempat yang telah dirasakan efek negatifnya dengan diadakannya pengambilan migas yang telah dilakukan selama bertahun-tahun. Beberapa efek negatifnya yaitu, mulai dari kebisingan, polusi hingga rusaknya pepohonan akibat keluar masuk kendaraan besar dan lain sebagainya. Sementara kompensasi untuk masyarakat desa setempat tidak ada, jadi pantas saja masyarakat desa setempat melakukan pemblokiran karena akibat dari para pemilik modal yang semena-mena atas desa dan warganya.
Semua yang telah dilakukan oleh para pemilik modal merupakan sebuah bentuk keserakahan dalam memperkaya dirinya sendiri. Oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab itu dengan seenaknya melakukan pengeksplorasian migas di Desa Kodasari secara besar-besaran tanpa memperdulikan efek dan akibat yang ditimbulkan. Tentunya yang merasakan efek negatifnya ialah masyarakat desa setempat, namun para pemilik modal tetap saja bersikap egois demi kepentingannya sendiri serta kekuasaan yang diperoleh. Para pemilik modal tersebut selalu menghentikan dan menghalangi masyarakat desa untuk berperan aktif dalam pembangunan desanya sendiri. Karena para pemilik modal tidak mau jika kekuasaannya telah direbut kembali oleh masyarakat desa. Maka dari itu, sang pemilik modal selalu enggan dan tidak mau jika membicarakan terkait masalah pengeksplorasian migas yang sudah melewati batas tersebut, dan seakan-akan sang pemilik modal kabur dari permasalahan. Serta tidak hanya itu, terkait dengan penguasaan sumber daya alam di desa sang pemilik modal juga selalu menghentikan masyarakat desa baik itu generasi muda atau tua untuk berperan aktif mendukung kebijakan desa serta berpartisipasi dalam pembangunan desa.
Solusi atas adanya permasalahan ini adalah dengan peningkatan skill masyarakat lokal desa dalam pemanfaatan sumber daya alam yang dibantu oleh para tenaga ahli agar terhindarnya campur tangan dari para pemilik modal, selanjutnya peningakatan perhatian dan pelayanan dari pemerintah terhadap masyarakat desa setempat, serta memberikan kewenangan kepada masyarakat desa untuk mengelola alam dengan sebaik-baiknya. Sumber daya alam bukanlah sebuah keuntungan secara geografis jika tidak mampu dikelola serta dimanfaatkan secara bijak. Masalah pada pemanfaatan sumber daya alam umumnya terjadi disebabkan oleh kurangnya kemampuan dan kreativitas pada masyarakat. Maka, yang perlu diperhatikan adalah, para tenaga ahli sebaiknya memberikan sumbangan pengetahuan dan tenaga untuk menjadi pendamping bagi masyarakat desa setempat dalam pemanfaatan sumber daya alam agar terhindar dari campur tangan pengelolaan sumber daya alam oleh para pemilik modal dan menjadikan masyarakat desa bisa mengelolanya dengan baik tanpa ada sedikit pun campur tangan dari segelintir elite.
Selain itu, penyebab problematika pengelolaan sumber daya alam pada desa yang menyebabkan desa semakin miskin adalah pengelolaan sumber daya alam ini tidak dipercayakan kepada rakyat sendiri. Hampir semua perusahaan-perusahaan besar yang memanfaatkan sumber daya alam negara ini dipegang dan dikendalikan oleh mereka para pemilik modal. Serta, dukungan dan beberapa fasilitas dari pemerintah juga diharapkan mampu menyokong jalannya mengatasi permasalahan ini. Pemerintah tidak harus selalu memperhatikan keadaan atau permasalahan di kota saja, untuk wilayah yang sekecil desa ini juga harus diperhatikan karena sebenarnya sudah terlalu banyak permasalahan yang dihadapi, namun pemerintah belum juga menanggapinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ndraha, Talizihudu. 1981. Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa. Jakarta: PT Bina Aksara.
Hutabarat, Dewi. 2017. Membangun Ekonomi Desa. (online). (https://republika.co.id/berita/) diakses pada 7 November 2018.
Munadi. 2018. Warga Kodasari Tutup Akses Jalan Masuk Sumur Pertamina. (online). (http://fajarnews.co.id/article/) diakses pada 7 November 2018.
Wahab, Abd. 2018. Mengatasi Kekayaan Masyarakat di Daerah Tertinggal dan Perbatasan. (online). (https://indonesiadevelopmentforum.com/2018/) diakses pada 7 November 2018.
Sumber : Kompasiana, Ade Irasofianti
Leave a comment